senangnya belajar matematika

0

Posted by yun_yun | Posted in

Dewasa ini, pembelajaran matematika di Sekolah Dasar terlihat kurang dimengerti oleh siswa. Pada hakekatnya pembelajaran matematika adalah proses sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.

Menurut Abdul Azis dalam Pembelajaran Matematika Di SD (2007:1)

“Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam jumlahnya terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak sehingga dituntut kemampuan yang besrsifat abstrak sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa (H.W. Fowlwer dalam Pandoyo,1997:1). Untuk itu, diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran.”

Matematika adalah mata pelajaran yang menuntut kemampuan kita sebagai guru untuk dapat kreatif dalam menggunakan metode yang sesuai dengan psikologis siswa. Matematika juga adalah mata pelajaran yang abstrak dan juga membahas tentang logika dalam bentuk susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan.

Pada umumnya pada mata pelajaran matematika yang dianggap paling
sulit, padahal matematika sangat penting bagi kehidupan. Untuk itu, berhitung
merupakan keterampilan yang harus diajarkan sejak anak SD dan kesulitan ini harus
segera diatasi.

Senangnya Bermain “Kartu” . .

· Konsep Pembagian

12:3=. . . ,14:2= . .,45:9=. .

Melihat soal-soal di atas, siswa-siswa SD khususnya anak kelas 4 pasti bingung, karena mereka harus menguasai konsep pembagian. Mungkin soal-soal itu akan menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Untuk menguasai konsep pembagian mereka harus menguasai konsep pengurangan terlebih dahulu.karena dalam konsep pembagian untuk siswa SD diterapkan konsep pengurangan. Misalnya 6:2= 6-2-2-2=0, jadi 6-2= 3. Bilangan 6 bila di bagi 2, bisa di selesaikan dengan cara 6 dikurangi 2, dikurangi 2, dikurangi 2 sampai hasilnya 0. Konsep ini akan menjadi sangat membingungkan jika siswa tidak memahami konsep pengurangan. .

Siswa akan merasa kesulitan dalam menguasai konsep-konsep ini. Agar siswa-siswa mengerti dan senang dengan apa yang kita sampaikan, maka kita sebagai guru harus kreatif dalam membawakan pembelajaran, Dalam pembelajaran konsep pembagian kita bisa menggunakan media kartu bilangan agar siswa tidak merasa terbebani dengan konsep yang kita sampaikan. Karena kita bisa bermain sambil belajar. Sebenarnya banyak sekali media-media yang bisa kita gunakan dalam pembelajaran matematika. Jadi kita sebagai guru harus cermat dalam menggunakan media-media tersebut dalam pembelajaran. Media yang digunakan harus cocok dengan apa yang kita sampaikan kepada siswa.

· Penggunaan Media Kartu Bilangan

Menurut Djuang Fitriani (2004.64)dalam skripsinya yang berjudul “Penggunaan Media Kartu Bilangan Dalam Pembelajaran Matematika Pada Anaka Tuna Rungu”

“ Kartu bilangan adalah media pembelajaran yang disajikan berupa kartu yang bertuliskan operasi pembagian 2 bilangan. Tiap kartu memiliki kelompok masing-masing berdasarkan nilai bilangan yang sama dari suatu bilangan. Cara bermain, sama hal nya dengan permainan “gapleh” yang ada dimasyarakat. Pertama kartu dikocok, lalu dibagikan pada 4 orang pemain secara merata. Pemain yang mendapat giliran pertama mekempar kartu, selanjutnya pemain yang mendapat giliran melempar kartu, harus melemparkan kartu yang memilliki bilangan senilai dengan bilangan yang ada pada kartu di bawah, dan seterusnya. Apabila ada pemain yang tidak memiliki bilangan senilai dengan kartu yang di bawah maka pemain itu harus lewat. Pemain yang menjadi pemenang adalah pemain yang pertama kali kartu di tangannya habis.”

Dengan menggunakan media kartu bilangan ini, siswa akan lebih paham tentang konsep pembagian. Permainan ini sangat mudah dan menyenangkan dalam pembelajaran konsep pembagian untuk siswa kelas 4. Dan siswa pun akan cepat memahami konsep pembagian yang kita sampaikan. Siswa pun bisa memainkannya kapan saja dan di mana saja, misalnya pada waktu istirahat atau pulang sekolah. Siswa pun bisa memainkannya bersama temannya atau keluarganya. Kartu bilangan ini juga sangat efektif dalam pembelajaran konsep pembagian ini. Guru bisa menerapkan konsep pembagian dengan cara yang menyenangkan dan juga mudah dimengerti oleh para siswa. Kartu bilangan ini juga dapat dibawa kemana-mana karena bentuknya yang tidak terlalu besar, seukurang dengan kartu “gapleh” pada biasanya.

Mata pelajaran matematika biasanya menjadi mata pelajaran yang ditakuti para siswa SD karena mereka berpikir matematika itu akan selalu membosankan dengan mengutak-atik angka dengan bermacam-macam operasi. Misalnya operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dll. Padahal matematika itu bisa menjadi menyenangkan apabila gurunya bisa membawakan materi dengan baik. Tapi dengan penggunaan media kartu bilangan kita bisa memperlihatkan bahwa matematika itu mudah dan menyenangkan. Matematika itu tidak sesusah dan serumit yang mereka bayangkan, jika kita sebagai guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan menyenangkan. Jadi siswa bisa mudah memahami pembelajaran yang kita sampaikan.

matematika dalam pembelajan model tematik

0

Posted by yun_yun | Posted in

Hakikat pendekatan tematik dalam pembelajaran Matematika dan kesesuaiannya
dengan tuntutan KBK
Pendekatan tematik dalam pembelajaran sebenarnya bukanlah suatu yang baru.
Namun demikian, pendekatan ini semakin mendapat penekanan seiring dengan diterapkannya
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) di Indonesia. Disamping itu, dengan adanya tuntutan
perubahan paradigma pembelajaran, terutama akibat semakin dominannya pengaruh
pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran. KBK yang sering diklaim mengadopsi
philosopi konstruktivisme menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student-centered) yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuan mereka secara mandiri sesuai dengan pengalaman, kemampuan dan tingkat
perkembangan individual siswa, baik perkembangan kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Dalam rangka mengakomodasi (perbedaan) karakteristik individual peserta didik, maka
pembelajaran hendaknya dirancang dan dilaksankan secara kontekstual, antara lain dengan
menggunakan sumber dan lingkungan belajar yang dekat dengan kehidupan peserta didik
sehari-hari. Bahan atau pokok-pokok bahasan pun hendaknya dikemas sedemikian rupa,
sehingga dekat dengan kehidupan siswa. Salah satu cara untuk itu adalah dengan mengemas
pokok-pokok bahasan, beserta kompetensi-kompetensi yang berkaitan dalam suatu tema yang
menarik yang dekat dengan kehidupan siswa. Hal inilah yang dikenal dengan pendekatan
tematik dalam pembelajaran.
Dalam dokumen KBK dituliskan bahwa “Pembelajaran tematik merupakan suatu
Model pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan
pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat
dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar“ (Depdiknas,
2002).
Secara umum, pembelajaran tematik hanya diajarkan pada siswa sekolah dasar kelas
rendah (kelas I dan II), karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai
satu keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak pernah bisa dipisahkan dengan
perkembangan mental, sosial, dan emosional (Depdiknas, 2002). Namun demikian, untuk
pembelajaran matematika pendekatan tematik bukan hanya cocok untuk kelas I dan II
Sekolah Dasar, tetapi cocok untuk semua SD, SMP dan bahkan SMA. Hal ini mengingat
karakteristik khas Matematika itu sendiri, yaitu memiliki content yang memuat bangunan Mathematics Education”, yang pada awalnya dikembangkan di Belanda oleh Freudenthal
mulai tahun 1973 dalam bukunya "Mathematics as an Educational Task” (Freudenthal,
1991) dan hingga kini telah diadopsi dibanyak negara, seperti di Amerika dalam bentuk
Mathematic in Context, bahkan termasuk di Indonseia melalui PMRI (Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia). Gerakan “Reaslistic Mathematics Education” ini semakin
memberikan benang merah untuk melakukan reorientasi pembelajaram Matematika (Sudiarta,
2005b). Reorientasi ini menuntut penyajian matematika lebih ramah, dekat dan
mempertimbangan kebutuhan dan kehidupan siswa sehari-hari,baik langsung maupun tak
langsung, lebih kontekstual dan lebih berorientasi pada pemecahan masalah dalam rangka
membangun kompetensi berpikir divergen, kretatif dan kritis serta produktif.

pembelajaran matematika di SD

1

Posted by yun_yun | Posted in

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai “proses, cara, menjadikan orang atau mahluk hidup belajar” (Depdikbud). Kata ini berasal dari kata kerja belajar yang berarti “ berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”(Depdikbud).

Menurut Gagne dan Briggs dalam (Aisyah) melukiskan pembelajaran sebagai “upaya orang yang tujuannya adalah membantu orang belajar” (Aisyah, dkk, 2007), secara lebih terinci Gagne mendefinisikan pembelajaran sebagai “ seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal (Gredler, 1991).

Suatu pengertian yang hamper sama dikemukakan oleh Corey bahwa pembelajaran adalah “Suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran merupakan sub-set khusus pendidikan. (Miarso dkk, 1977).

Dari keempat pengertian pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar. Oleh karena itu pada hakekatnya pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (sipelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.

Dalam batasan pengertian pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas atau sekolah yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah. Dari pengertian tersebut jelas kiranya bahwa unsur pokok dalam pembelajaran matematika SD adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai obyek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran